Kamis, 17 April 2014

Kode etik profesi

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “Ethikos” yang berati timbul dari kebiasaan, adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab.
Berikut ini merupakan dua sifat etika, yaitu :
Ø      Non-empirisFilsafat digolongkan sebagai ilmu non empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Ø      Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dan sebagainya, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
            Perbedaan antara Etika dengan Etiket yaitu, Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Contohnya : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. Sedangkan Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Contohnya : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Pengertian Profesi
            Profesi adalah suatu pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut professional, sedangkan professional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya.
Berikut ini merupakan ciri-ciri dari profesi, yaitu :
  • Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis
Seorang professional harus memiliki pengetahuan teoretis  dan keterampilan mengenai bidang teknik yang ditekuni dan bisa diterapkan dalam pelaksanaanya atau prakteknya dalam kehidupan sehari-hari.
  •   Asosiasi Profesional
Merupakan suatu badan organisasi yang biasanya diorganisasikan oleh anggota profesi yang bertujuan untuk meningkatkan status para anggotanya.
  • Pendidikan yang Ekstensi
Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Seorang professional dalam bidang teknik mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi baik itu dalam suatu pendidikan formal ataupun non formal.
  •      Ujian Kompetisi
Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
  •     Pelatihan institutional
Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
  •     Lisensi
Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
  •    Otonomi kerja
Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
  •  Kode etik
Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
  •  Mengatur diri
Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
  • Layanan publik dan altruism
Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
  • Status dan imbalan yang tinggi
Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
Pengertian Etika Profesi
         Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan  jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.
Tiga Fungsi dari Kode Etik Profesi
  1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi  tentang prinsip profesionalitas yang digariskan
  2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat  atas profesi yang bersangkutan
  3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi  profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi
sumber : http://indahwardani.wordpress.com/2011/05/11/pengertian-etika-profesi-etika-profesi-dan-kode-etik-profesi/

Pengertian etika profesi

1.1    Pengertian Etika dan Etika Profesi
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos
(bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”.
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial(profesi) itu sendiri.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian (Wignjosoebroto, 1999).
Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
1.2    Etika dan Estetika
Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, norma agama  dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang- undangan, norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun  berasal dari  kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika.
1.3 Etika dan Etiket
Etika (ethics) berarti moral sedangkan etiket (etiquette) berarti sopan santun. Persamaan antara etika dengan etiket yaitu:
•   Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.
•   Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.
Perbedaan antara etika dengan etiket
1. Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia. Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu.Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2.  Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti “jangan berbohong”, “jangan mencuri” merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
4.   Etiket hanya memadang manusia dari segi lahiriah saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam. Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia munafik maka dia tidak bersikap etis. Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.
1.4 Etika dan Ajaran Moral
Etika perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia.
Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).
Pluralisme moral diperlukan karena:
1. pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku,daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;
2. modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional;
3.    berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.
Etika sosial dibagi menjadi:
•    Sikap terhadap sesama;
•    Etika keluarga;
•    Etika profesi,  misalnya etika untuk dokumentalis, pialang informasi;
•    Etika politik;
•    Etika lingkungan hidup; serta
•    Kritik ideologi.
Moralitas
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.
Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber  tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber.
Pluralisme moral
Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.
Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya.
Etika dan Agama
Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi.  Hal ini disebabkan empat alasan sebagai berikut:
1.  Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapi ia juga ingin mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu menggali rasionalitas agama.
2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.
3.     Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi masalah moral yang secara langsung tidak disinggung- singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi manusia dengan gen yang sama.
4.      Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari semua agama dan pandangan dunia.
1.5 Istilah berkaitan
Kata etika sering dirancukan dengan istilah etiket, etis, ethos, iktikad dan kode etik atau kode etika. Etika adalah ilmu yang mempelajari apa yang baik dan buruk. Etiket adalah ajaran sopan santun yang berlaku bila manusia bergaul atau berkelompok dengan manusia lain. Etiket tidak berlaku bila seorang manusia hidup sendiri misalnya hidup di sebuah pulau terpencil atau di tengah hutan.
Etis artinya sesuai dengan ajaran moral, misalnya tidak etis menanyakan usia pada seorang wanita. Ethos artinya sikap dasar seseorang dalam bidang tertentu. Maka ada ungkapan ethos kerja artinya sikap dasar seseorang dalam pekerjaannya, misalnya ethos kerja yang tinggi artinya dia menaruh sikap dasar yang tinggi terhadap pekerjaannya. Kode atika atau kode etik artinya daftar kewajiban dalam menjalankan tugas sebuah profesi yang disusun oleh anggota profesi dan mengikat anggota dalam menjalankan tugasnya.

PROFESI, KODE ETIK DAN PROFESIONALISME
Definisi Profesi:
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

sumber : http://etikaprofesinarotama.blogspot.com/


etika politik bukan sekedar moralitas

Kalau orang menuntut keadilan, berpihak pada korban, memberdayakan masyarakat melalui civil society, membangun 
demokrasi, bukanlah semua itu merupakan upaya mewujudkan etika politik? Dalam situasi kacau, bukankah etika politik 
menjadi makin relevan? Pertama, betapa kasar dan tidak santunnya suatu politik, tindakannya membutuhkan legitimasi. 
Legitimasi tindakan ini mau tidak mau harus merujuk pada norma-norma moral, nilai-nilai hukum atau peraturan 
perundangan. Di sini letak celah di mana etika politik bisa berbicara dengan otoritas. Kedua, etika politik berbicara dari sisi 
korban. Politik yang kasar dan tidak adil akan mengakibatkan jatuhnya korban. Korban akan membangkitkan simpati dan 
reaksi indignation (terusik dan protes terhadap ketidakadilan). Keberpihakan pada korban tidak akan mentolerir politik 
yang kasar. Jeritan korban adalah berita duka bagi etika politik. Ketiga, pertarungan kekuasaan dan konflik kepentingan 
yang berlarut-larut akan membangkitkan kesadaran akan perlunya penyelesaian yang mendesak dan adil. Penyelesaian 
semacam ini tidak akan terwujud bila tidak mengacu ke etika politik. Seringnya pernyataan "perubahan harus 
konstitusional", menunjukkan etika politik tidak bisa diabaikan begitu saja.

Kekhasan etika politik

Tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup 
kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil (Paul Ricoeur, 1990). Definisi etika politik membantu 
menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur yang ada. Penekanan adanya 
korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku 
individu dalam bernegara. Pengertian etika politik dalam perspektif Ricoeur mengandung tiga tuntutan, pertama, upaya 
hidup baik bersama dan untuk orang lain...; kedua, upaya memperluas lingkup kebebasan..., ketiga, membangun 
institusi-institusi yang adil. Tiga tuntutan itu saling terkait. "Hidup baik bersama dan untuk orang lain" tidak mungkin 
terwujud kecuali bila menerima pluralitas dan dalam kerangka institusi-institusi yang adil. Hidup baik tidak lain adalah 
cita-cita kebebasan: kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan 
perwujudan kebebasan dengan menghindarkan warganegara atau kelompok-kelompok dari saling merugikan. 
Sebaliknya, kebebasan warganegara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil. 
Pengertian kebebasan yang terakhir ini yang dimaksud adalah syarat fisik, sosial, dan politik yang perlu demi pelaksanaan 
kongkret kebebassan atau disebut democratic liberties: kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, 
kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.

Dalam definisi Ricoeur, etika politik tidak hanya menyangkut perilaku individual saja, tetapi terkait dengan tindakan kolektif 
(etika sosial). Dalam etika individual, kalau orang mempunyai pandangan tertentu bisa langsung diwujudkan dalam 
tindakan. Sedangkan dalam etika politik, yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pandangannya 
dibutuhkan persetujuan dari sebanyak mungkin warganegara karena menyangkut tindakan kolektif. Maka hubungan antara 
pandangan hidup seseorang dengan tindakan kolektif tidak langsung, membutuhkan perantara. Perantara ini berfungsi 
menjembatani pandangan pribadi dengan tindakan kolektif. Perantara itu bisa berupa simbol-simbol maupun nilai-nilai: 
simbol-simbol agama, demokrasi, dan nilai-nilai keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan sebagainya. Melalui 
simbol-simbol dan nilai-nilai itu, politikus berusaha meyakinkan sebanyak mungkin warganegara agar menerima 
pandangannya sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Maka politik disebut seni karena membutuhkan 
kemampuan untuk meyakinkan melalui wicara dan persuasi, bukan manipulasi, kebohongan, dan kekerasan. Etika politik 
akan kritis terhadap manipulasi atau penyalahgunaan nilai-nilai dan simbol-simbol itu. Ia berkaitan dengan masalah 
struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang mengkondisikan tindakan kolektif.

Etika politik vs Machiavellisme

Tuntutan pertama etika politik adalah "hidup baik bersama dan untuk orang lain". Pada tingkat ini, etika politik dipahami 
sebagai perwujudan sikap dan perilaku politikus atau warganegara. Politikus yang baik adalah jujur, santun, memiliki 
integritas, menghargai orang lain, menerima pluralitas, memiliki keprihatinan untuk kesejahteraan umum, dan tidak 
mementingkan golongannya. Jadi, politikus yang menjalankan etika politik adalah negarawan yang mempunyai 
keutamaan-keutamaan moral. Dalam sejarah filsafat politik, filsuf seperti Socrates sering dipakai sebagai model yang 
memiliki kejujuran dan integritas. Politik dimengerti sebagai seni yang mengandung kesantunan. Kesantunan politik 
diukur dari keutamaan moral. Kesantunan itu tampak bila ada pengakuan timbal balik dan hubungan fair di antara para 
pelaku. Pemahaman etika politik semacam ini belum mencukupi karena sudah puas bila diidentikkan dengan kualitas 
moral politikus. Belum mencukupi karena tidak berbeda dengan pernyataan. "Bila setiap politikus jujur, maka Indonesia 
akan makmur". Dari sudut koherensi, pernyataan ini sahih, tidak terbantahkan. Tetapi dari teori korespondensi, pernyataan 
hipotesis itu terlalu jauh dari kenyataan (hipotetis irealis).

Etika politik, yang hanya puas dengan koherensi norma-normanya dan tidak memperhitungkan real politic, cenderung 
mandul. Namun bukankah real politic, seperti dikatakan Machiavelli, adalah hubungan kekuasaan atau pertarungan 
kekuatan? Masyarakat bukan terdiri dari individu-individu subyek hukum, tetapi terdiri dari kelompok-kelompok yang 
mempunyai kepentingan yang saling berlawanan. Politik yang baik adalah politik yang bisa mencapai tujuannya, apa pun 
caranya. Filsuf Italia ini yakin tidak ada hukum kecuali kekuatan yang dapat memaksanya. Hanya sesudahnya, hukum dan 
hak akan melegitimasi kekuatan itu. Situasi Indonesia saat ini tidak jauh dari gambaran Machiavelli itu. Politik dan moral 
menjadi dua dunia yang berbeda. Etika politik seakan menjadi tidak relevan. Relevansi etika politik terletak pada 
kemampuannya untuk menjinakkan kekuatan itu dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun 
institusi-institusi yang lebih adil.

Institusi sosial dan keadilan prosedural

Institusi-institusi sosial harus adil karena mempengaruhi struktur dasar masyarakat. Dalam struktur dasar masyarakat, 
seperti dikatakan John Rawls, sudah terkandung berbagai posisi sosial dan harapan masa depan anggota masyarakat 
berbeda-beda dan sebagian ditentukan oleh sistem politik dan kondisi sosial-ekonomi. Terlebih lagi, institusi-institusi 
sosial tertentu mendefinisikan hak-hak dan kewajiban masyarakat, yang pada gilirannya akan mempengaruhi masa 
depan setiap orang, cita-citanya, dan kemungkinan terwujudnya. Dengan demikian institusi-institusi sosial itu sudah 
merupakan sumber kepincangan karena sudah merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu dan kemalangan bagi 
yang lain. Maka membangun institusi-institusi yang adil adalah upaya memastikan terjaminnya kesempatan sama 
sehingga kehidupan seseorang tidak pertama-tama ditentukan oleh keadaan, tetapi oleh pilihannya. Keutamaan moral 
politikus tidak cukup tanpa adanya komitmen untuk merombak institusi-institusi sosial yang tidak adil, penyebab laten 
kekerasan yang sering terjadi di Indonesia. Maka sering didengar pepatah "yang jujur hancur". Ungkapan ini menunjukkan 
urgensi membangun institusi-institusi yang adil. Ini bisa dimulai dengan menerapkan keadilan prosedural. Keadilan 
prosedural adalah hasil persetujuan melalui prosedur tertentu dan mempunyai sasaran utama peraturan-peraturan, 
hukum-hukum, undang-undang. Jadi prosedur ini terkait dengan legitimasi dan justifikasi. Misalnya, kue tart harus dibagi 
adil untuk lima orang. Maka peraturan yang menetapkan "yang membagi harus mengambil pada giliran yang terakhir" 
dianggap sebagai prosedur yang adil. Dengan ketentuan itu, bila pembagi ingin mendapat bagian yang tidak lebih kecil 
dari yang lain, dengan sendirinya, tanpa harus dikontrol, dia akan berusaha membagi kue itu sedemikian rupa sehingga 
sama besarnya.

Dengan demikian, meski ia mengambil pada giliran terakhir, tidak akan dirugikan. Di Indonesia, para penguasa, yang 
dalam arti tertentu adalah pembagi kekayaan atau hasil kerja sosial, justru sebaliknya, berebut untuk mengambil yang 
pertama. Tentu saja akan mengambil bagian yang terbesar. Maka banyak orang atau kelompok yang mempertaruhkan 
semua untuk berebut kekuasaan. Keadilan prosedural menjadi tulang punggung etika politik karena sebagai prosedur 
sekaligus mampu mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalahgunaan. Keadilan tidak diserahkan 
kepada keutamaan politikus, tetapi dipercayakan kepada prosedur yang memungkinkan pembentukan sistem hukum 
yang baik sehingga keadilan distributif, komutatif, dan keadilan sosial bisa dijamin. Dengan demikian sistem hukum yang 
baik juga menghindarkan pembusukan politikus. Memang, bisa terjadi meski hukum sudah adil, seorang koruptor divonis 
bebas karena beberapa alasan kepiawaian pengacara, tak cukup bukti, tekanan terhadap hakim, dan sebagainya. 
Padahal, prosedur hukum positif yang berlaku tidak mampu memuaskan rasa keadilan, penyelesaiannya harus mengacu 
ke prinsip epieikeia (yang benar dan yang adil).

sumber : http://www.duniaesai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=142:etika-politik-bukan-hanya-moralitas-politikus&catid=38:filsafat&Itemid=93

www.gunadarma.ac.id/

Etika politik menurut islam

SIAPA pun yang terjun dalam bidang politik pasti memiliki kepentingan kekuasaan. Kekuasaan di mata Islam bukanlah barang terlarang, sebaliknya kekuasaan dan politik dianjurkan selama tujuannya untuk menjalankan visi-misi kekhalifahan. Untuk itu kekuasaan harus didapatkan dengan tetap berpegang pada etika Islam. Sebagai agama yang sempurna, Islam telah memberikan panduan etika dalam kehidupan manusia. Karena itu etika dalam politik menjadi suatu keharusan.
Fakta memperlihatkan bahwa tidak sedikit yang menghalalkan segala cara dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Bertemunya berbagai kepentingan antarkelompok dalam kalangan elite politik adalah sebuah keniscayaan akan terjadinya konflik bahkan berujung pada penyelesaian dengan jalan kekerasan, jika tidak ada kesepahaman bersama.
Etika politik adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam, karena politik dipandang sebagai bagian dari ibadah, maka politik harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah. Di samping itu, politik berkenaan dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat, karena itu prinsip-prinsip hubungan antarmanusia seperti saling menghargai hak orang lain dan tidak memaksakan kehendak harus berlaku dalam dunia politik.
Mestinya ketika membahas tentang etika politik saat ini tidak dipandang seperti berteriak di padang pasir yang tandus dan kering. Sementara realitas politik itu sebenarnya pertarungan antara kekuatan dan kepentingan yang tidak ada kaitan dengan etika. Politik dibangun bukan dari yang ideal dan tidak tunduk kepada apa yang seharusnya. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara seperti yang diajarkan oleh Machiavelli. Sementara Immanuel Kant menyebutkan bahwa ada dua watak yang terselip di setiap insan politik, yaitu watak merpati dan watak ular.
Pada satu sisi insan politik memiliki watak merpati yaitu memiliki sikap lemah lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme, tetapi di sisi lain juga memiliki watak ular yang licik dan selalu berupaya untuk memangsa merpati. Jika watak ular yang lebih menonjol daripada watak merpati, inilah yang merusak pengertian politik itu sendiri yang menurut filosof Aristoteles bahwa politik itu sendiri bertujuan mulia. Untuk itulah pentingnya etika politik sebagai alternatif untuk mewujudkan perilaku politik yang santun.
Pemikiran Aristoteles sejalan dengan konteks pemikiran Islam, al-Ghazali yang tidak memisahkan antara etika dan politik, keduanya saudara kembar yang tidak mungkin dipisahkan. Keduanya akan menentukan nilai baik-buruk atau benar-salah dari setiap tindakan dan keinginan masyarakat. Maka politik sebagai otoritas kekuasaan untuk mengatur masyarakat agar sesuai dengan aturan-aturan moral, bertanggung jawab, dan mengerti akan hak serta kewajibannya dalam hubungan kemasyarakatan secara keseluruhan.
Di sini terlihat Islam sebagai way of life (pandangan hidup) yang baik dan memiliki moral code atau rule of conduct dalam melayani rakyat. Islam datang dengan resource yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan yaitu Alquran sebagai sumber utama dan dipertegaskan dengan Sunnah Nabi. Alquran sebagai dasar  bagi manusia kepada hal-hal yang dilakukan memberikan tekanan-tekanan atas amal perbuatan manusia (human action) dari pada gagasan. Artinya Alquran memperlakukan kehidupan manusia sebagai keseluruhan aspek yang organik, semua bagian harus dibimbing dengan petunjuk dan perintah-perintah etik yang bersumber dari wahyu, yang mengajarkan konsep kesatuan yang padu dan logis.
Dalam etika politik yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pandangannya dibutuhkan persetujuan dari masyarakat karena menyangkut tindakan kolektif. Maka hubungan antara pandangan seseorang (etika individual) dengan tindakan kolektif membutuhkan perantara yang berfungsi menjembatani kedua pandangan ini berupa nilai-nilai. Melalui nilai-nilai inilah politikus berusaha meyakinkan masyarakat agar menerima pandangannya sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Karena itu, politik disebut juga seni meyakinkan melalui wicara dan persuasi, bukan manipulasi dan kekerasan.
 Nilai-nilai kebenaran
Etika politik merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadilan dan tangung jawab atas realitas kehidupan. Untuk itu realitas politik diupayakan dengan mengkonsepkan dan mengelaborasikan secara mendalam fenomena terhadap pandangan Alquran tentang etika dalam pelayanan rakyat.
Islam menetapkan nilai-nilai dasar dalam kehidupan politik, yaitu: Pertama, prinsip musyawarah (syura), dalam Islam tidak hanya dinilai prosedur pengambilan keputusan yang direkomendasikan, tetapi juga merupakan tugas keagamaan. Seperti yang telah dilakukan oleh Nabi dan diteruskan oleh khulafaur rasyidin. Firman Allah Swt: “..dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu...” (QS. Ali Imran: 159)  
Kedua, prinsip persamaan (musawah), dalam Islam tidak mengenal adanya perlakuan diskriminatif atas dasar perbedaan suku bangsa, harta kekayaan, status sosial dan atribut keduniaan lainnya. Yang menjadikannya berbeda di mata Allah hanya kualitas ketakwaan seseorang sebagaimana firmanNya: “...Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujarat: 13).
Ketiga, prinsip keadilan (‘adalah), menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam, terutama bagi para penguasa. Islam juga memerintahkan untuk menjadi manusia yang lurus, bertanggung jawab dan bertindak sesuai dengan kontrol sosialnya sehingga terwujud keharmonisan dan keadilan hidup, sebagaimana firman Allah Swt: “...Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8).
Keempat, prinsip kebebasan (al-Hurriyah), dalam Islam prinsip kebebasan pada dasarnya adalah sebagai tanggung jawab terakhir manusia. Konsep kebebasan harus dipandang sebagai tahapan pertama tindakan ke arah perilaku yang diatur secara rasional berdasarkan kebutuhan nyata manusia, baik secara material maupun secara spiritual. Kebebasan yang dipelihara oleh politik Islam adalah kebebasan yang mengarah kepada ma’ruf dan kebaikan. Allah berfirman: “... Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain...” (QS. Al-An’am: 164).
Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat berupa pedoman, keyakinan hukum atau aktifitas dan informasi. Prinsip-prinsip Islam dalam politik tersebut menentang pandangan politik menghalalkan segala cara. Pelaksanaan prinsip Islam dalam politik berlaku menyeluruh dalam sistem pemerintahan, karena sistem itu menjadi bagian yang integral dalam Islam.

sumber : http://aceh.tribunnews.com/2014/03/14/etika-politik-menurut-islam

-Etika Politik -


Etika politik adalah filasafat moral tentang dimensi pilitis manusia, fungsi etika politik adalah dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab, jadi tidak berdasarkan emosi, prasangka, dan apriori, melainkan secara rasional, obyektif dan argumentatif. Adalah salah ketika kita etika politik langsung mau mencampuri politik praktis. Tugas etika politik adalah sebagai subsider: membantu agar rmasalah-masalah ideology dapat dijalankan secara obyektif, artinya berdasarkan argument-argument yang dapat dipahami dan ditanggapi oleh semua yang mengerti permasalahan. Etika politik tidak mengkhotbai para politikus, tetapi dapat memeberikan patokan-patokan orientasi dan pegangan-pegangan normative bagi mereka yang mau memiliki kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolak ukur martabat manusia.
Dalam rangka dimensi-dimensi kesosialan manusia itu dimensi politis manusia mencakup untuk lingkaran kelembagaan hukum dan Negara da sistem-sistem nilai dan idelogi-ideologi yang memberikan legitimasi kepadanya. Dimensi politis manusia adalah dimensi masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi yang menjadi ciri khas suatu pendekatan yang disebut "politis" adalah bahwa pendekatan itu terjadi dalam kerangka acuan yang berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan.suatu tindakan disebut politis apabila menyangkut masyarakat secara keseluruhan. Politisi adalah orang yang mempunyai profesi yang mengenai masyarakat secara keseluruhan.seorang bukan politis pun ,engambil suatu sikap politik apabila ia dalam sikap itu mengacu pada masyarakat sebagai keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai dimensi di mana manusia menyadari diri sebagai anggota masyarakat sebagai keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan ditentukan kembali oleh tindakan-tindakannya.
Inti permasalahan etika politik adalah masalah legitmsi etis kekuasaan yang dapat dirumuskan dalam pertanyaan: denga hak moral apa seseorang atau sekelompok orang memegang dan mempergunakan kekuasaan yang mereka miliki, betapapun kekuasaa seseorang, ia selalu dapat dihadapkan pada tuntutan untuk mempertanggungjawabkannya.
Bila kita mendengar kata "politik'',maka yang ada dalam benak kita adalah partai-partai politik atau suatu cara yang ditempuh seseorang dalam pencapaian tujuannya.orang sering menyamakan politik dengan kekuasaan, menghalalkan segala cara dengan mengesampingkan pedoman-pedoman hidup demi tercapainya suatu tujuan. Hoogerwerf (1979:45)"siapa memperoleh apa, bilamana, dengan cara apa". begitulah kira-kira gambaran buruk tentang politik. Nilai negative pada politik membuat kita bertanya apa eksistensi politik itu. pada tanggal 5 juli nanti seluruh rakyat Indonesia akan megadakan pemilihan umum untuk memilih seorang calon presiden, pemilu sekarang ini berbeda dengan pemilu sebelumnya karena rakyat sendiri yang akan menentukan pilihan siapa calon presidennya. Dalam masa kampanye para kandidat presiden mengeluarkan buah pikiran untuk menata masyarakat Indonesia pada masa akan datang yaitu berupa visi dan misi yang akan dijalankan.dari semua visi dan misi yang ditawarkan masing-masing kandidat presiden menurut saya tidak ada yang jelek, namun yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana visi dan misi tersebuit bisa dijalankan sesuai harapan dan cita-cita bangsa Indonesia.
Menurut kusumaatmadja (2004:Online)Seorang politisi yang hanya sekedar cerdas dan berpengetahuan bisa memunculkan visi, namun visi itu tidak menyentuh hati nurani orang banyak karena sang politisi yang pandai tersebut tidak memancarkan nilai-nilaiyang menjadikannya layak dipercaya. visi adalah sekunder dan yang primer adalah moralitas politik.
Problem besar yang telah menyeret negeri ini ke dalam situasi krisis yang paling berkepanjangan adalah hilangnya penghargaan terhadap nilai (value). Nilai-nilai seperti kesederhanaan, kejujuran, ketekunan, kerja keras, serta berbagai nilai positif lainnya semakin tidak dihargai dalam kehidupan masyarakat kita saat ini, malah dicemoohkan.
Budaya instan yang semakin kuat berkembang telah meminggirkan penghargaan terhadap berbagai nilai tersebut. Maraknya korupsi dan politik uang, kasus caleg yang berijazah palsu serta berbagai kasus lainnya, semakin mempertegas betapa saat ini tujuan menghalalkan cara. Demi mempertahankan dan atau meraih kedudukan dan kekuasaan, segala cara dilakukan termasuk menggunakan kekerasan. Membayar menjadi celeg dengan nomor urut jadi sudah menjadi hal yang umum dan wajar, karena jabatan dan kekuasaan dipandang sebagai kendaraan yang efektif untuk secara instant menjadi kaya, ini sekaligus juga meningkatkan status sosial untuk mendapatkan penghargaan dan penghormatan, ungkapan bahwa "politik kotor" menjadi pembenaran terhadapa perilaku politik yang menerabas nilai-nilai dasar yang seharusnya menjadi pegangan bersama hilangnya penghaegaan terhadap nilai memberi montribusi yang sangat besar terhadap kekacauan yang terjadi selama ini dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta menjadi pengahambat bagi berkembangnya kehidupan demokrasi yang sehat.hal. ini merupakan upaya awal untuk mengkonsolodasi kembali penghargaan terhadap nilai (value) agar menjadi landasan utama guna menyehatkan kehidupan perpolitikan di tanah air.
Nilai yang dianut oleh seseorang atau komunitas dapat dilihat dari sikap-sikap yang muncul, tidak hanya lewat ucapan. Bahkan salah satu ukuran untuk melihat nilai yang dianut seorang politisiadalah dari pendiriannya dalam menaggapi masalah-masalah kemasyarakatan serta juga sikapnya dalam membawa diri dalam jabatan publik. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui sikap-sikap dasar dari seorang politisi, karena pendapat serta keputusan politik maupun kompromi-kompromi yang dilakukanya merupakan refleksi dari nilai-nilai politik yang dianutnya.kalau sang politisi tersebut memantulkan konsistensi antara nilai-nilai yang dianutnya dengan gaya hidupnya, dengan caranya berkomunikasi maupun melalui pendekatannya ketika merumuskan keputusan, juga kompromi politik, maka orang tersebut bisa disebut sebagai oaring yang mempunyai integritas.

intinya politik adalah seni untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk mendapatkan kekuasaan 

sumber : https://id-id.facebook.com/GerpolekPendidikan/posts/494186663987521

Etika seorang anak sejak kecil

Etika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai baik & buruk yang dianut oleh manusia & juga mempelajari nilai-nilai hidup & hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. etika banyak dikaitkan dengan prinsip-prinsip moral yang menjadi landasan bertindak bagi seseorang yang mempunyai profesi tertentu, misalnya etika kedokteran, etika administrasi, etika hukum, yang merupakan asas moral dalam suatu profesi.
Kehidupan tidak akan pernah lepas dari etika oleh karena itu etika sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. orang yang mempunyai etika yang baik akan selalu di hormati, di segani, dan di pandang baik oleh orang lain, beruntunglah bagi orang-orang yang memiliki etika yang baik. etika juga dapat mengangkat derajat seseorang yang tadinya biasa-biasa saja dapat menjadi sempurna dimata orang lain karena memiliki etika yang baik. banyak perusahaan-perusahaan yang mencari  pegawai selain melihat kemampuannya mereka juga memperhatikan etika yang dimiliki oleh calon pegawainya. Di zaman yang modern ini dari 1000 juta orang, hanya beberapa orang saja yang memiliki etika yang yang baik, mengapa dapat di simpulkan  demikian?? karena telah banyak bukti-bukti yang kita lihat di keseharian hidup dan di sekitar kita telah banyak pemuda atau pemudi bahkan orang-orang yang telah tua sekalipun yang tidak memiliki etika.
contoh penerapannya dalam keluarga :
Seorang anak harus mempunyai etika yang baik terhadap kedua orang tua, kakak, dan adik baik dalam cara berperilaku, cara berbicara dll. seorang anak harus bisa membedakan bagaimana berperilaku yang baik terhadap orang tua misalnya berpamitan dengan  mengucapkan salam atau bersalaman ketika ingin bepergian atau keluar rumah. etika yang baik harus di tanamkan sejak dini terhadap anak-anak agar mereka terbiasa melakukan hal-hal yang baik. baik buruknya sifat dan etika seseorang tergantung kepada pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya, karena sekolah pertama dalam pembentukan karakter seseorang adalah keluarga.
Banyak keuntungan yang akan di dapat jika kita memiliki etika yang baik, maka dari itu marilah kita tanamkan pada diri kita sejak dini.
intinya etika harus diajarkan sedini mungkin agar bisa tertanam dalam anak tersebut dan menjadi kebiasaan pada hari tua kelak.
sumber : http://rosyarachmania.wordpress.com/2012/10/10/etika-moralitas/